Persis: Mazhab harus Dibedakan dengan Aliran Sesat


Kamis, 25 Februari 2010, 01:04 WIB

JAKARTA–Kuasa Hukum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Mahendradatta, menegaskan bahwa harus dibedakan antara mazhab dengan aliran sesat. Pernyataan Mahendradatta disampaikan pada Republika sesaat sebelum membacakan Pendapat Persis sebagai pihak terkait dalam sidang MK di Gedung MK Jakarta, Rabu (24/2). ”Pengusungan HAM hanya sekedar untuk membela orang yang justru merusak HAM orang lain, seperti pada kasus agar UU No 1/PNPS/1965 dicabut hanya akan menimbulkan banyak pelanggaran HAM. Kebebasan yang tidak terbatas justru akan menimbulkan pelanggaran dan chaos di masyarakat, bahkan NKRI akan terancam karena orang tidak suka dengan melihat Indonesia bersatu padu,” tandas Mahendradatta. ”Maka adanya beberapa regulasi negara dalam mengatur aspek kehidupan ‘beragama adalah penting’ yang antara lain ada kaitan juga dengan mazhab. Mazhab harus dibedakan dengan aliran sesat. Karena itu tidak relevan munculnya “aliran” yang sebenarnya bukan aliran, tetapi kelompok masyarakat yang hanya kaum sempalan,” tambahnya. Menurut Mahendradatta yang juga Ketua Umum Tim Pengacara Muslim (TPM), mazhab-mazhab Islam amat jelas pendekatan dan aspek epistemologisnya yang digunakan. ”Sementara aliran-aliran baru berupa sempalan belaka, malah belum tentu sempalan, bahkan jauh dari itu yang disebut aliran-aliran sesat dan menyesatkan,” paparnya. ”Dalam fikih Islam disebutkan bahwa salah satu tugas negara adalah, “Hirasatud-din wa siyasatud-dunya”, menjaga agama dan mengatur dunia. Menjaga agama dari orang yang akan menodai, merusak, dan menghacurkannya. Di Indonesia umat beragama bebas melaksanakannya, tetapi jangan sekali-kali menodai agama yang dianut warga negara, baik pelecehan dengan merusak ajaran yang ada, maupun dengan cara lain yang menimbulkan konflik sosial, sebagaimana dilakukan oleh kelompok aliran dhall-mudhill di atas dan ternyata yang banyak dirugikan dengan upaya-upaya ini adalah umat Islam,” kata Mahendradatta. ”Dengan demikian di Indonesia agama Islam harus menjadi dasar pelaksanaan HAM. Sehingga HAM bukan hanya khayali tetapi hakiki, tala’ub-kah?,” tambahnya.

Tinggalkan komentar