Pemuda Persis Dalam Lintasan Sejarah


Syamsul Arafat

oleh : Syamsul Arafat

A.  Sejarah lahirnya Pemuda Persis

Lambang Pemuda Persis

Sejarah Lahirnya organisasi Pemuda Persis tidak bisa dilepaskan dari skenario kelahiran organisasi induknya yaitu Persatuan Islam (Persis). Keadaan masyarakat yang jumud dalam berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, maraknya praktek TBC (Takhayul, Bid’ah dan Khurafat) yang sudah menjadi penyakit kronis di masyarakat, merupakan problematika umat yang harus di cari problem solvingnya.  Hal itulah yang kemudian mendasari lahirnya Persatuan Islam (Persis). Persatuan Islam mengusung gerakan ke-Islaman dengan tema sentral ar-ruju’ ila qur’an wa sunnah (kembali kepada al-Qur’an dan as-sunah) untuk mencoba menjadi problem solver bagi permasalahan umat yang sudah akut diatas. Persis termasuk didalamnya Pemuda Persis memposisikan diri sebagai gerakan purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dengan metode yang agak sedikit radikal.

Pemuda Persis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 maret 1936 (minggu, 28 Dzulhijjah 1354 H) sekitar jam 09.00 WIB pada saat berlangsung rapat anggota di gedung Persis jalan Pangeran Soemedang (sekarang Jl. Oto Iskandardinata). Dalam rapat yang dipimpin oleh H. Azhari itu dibahas berbagai persoalan diantaranya usul yang diajukan oleh Fachrudin al-Kahiri dan Kemas Ahmad tentang pendirian pemuda Persis sebagai  kader persis. Rapat itu akhirnya menyetujui didirikannya Pemuda Persis, sekaligus mengangkat Ketua Pemuda Persis yang pertama yaitu saudara Djoedjoe. Naskah asli dari keputusan rapat tersebut adalah sebagai berikut :

Ladenvergadering Persatoean Islam: di Gedong Persis pada tgl. 22 maart 1936, djam 9 pagi, diadakan rapat anggauta. Pemimpin Vergadering Toean H. Azhari. Jang bitjara, toean-toean Fachroeddin dan Kemas Ahmad. Kepoetoesan:

 1.      Mengadakan bahagian pemoeda, sebagai voorzitter Toean Djoedjoe;

2.      Mengadakan crediet cooperatie, sebagai voorzitter Toean Karta;

3.      Mengadakan Verbruik cooperatie, sebagai voorzitter Toean heroe.

B.   Pemuda Persis dari Masa ke masa

a.       Periode Pertama

Periode awal berdirinya Persatuan Islam (persis) belum ada bagian khusus yang mengurusi bagian kepemudaan yaitu Persis  bagian kepemudaan. Namun, para pemuda yang ikut berjuang di Persis waktu itu sudah ada, mereka diantaranya Muhamad Natsir, Fakhrudin al-Kahiri, dan Kemas Ahmad. Secara struktur institusi pada masa ini belum terbentuk, Namun karena mereka adalah tokoh-tokoh yang memperjuangkan berdirinya Pemuda Persis, maka bisa dikatakan bahwa generasi ini adalah periode awal Pemuda Persis.

b.      Periode Kedua (1936-1953)

Pada periode ini kepemimpinan dipercayakan kepada Djoedjoe Danoewikarta sebagai ketua dibantu staf yang lain diantaranya Eman Sar’an, E. bahrum, dan Rusyad Nurdin. Kepengurusan ini dikukuhkan melalui Muktamar I Pemuda Persis tanggal 24 – 25 Desember 1936. Susunan kepengurusan Pemuda Persis pada masa ini tidak tercatat secara lengkap, hal ini dikarenakan masih berkecamuknya perang kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang. Saat itu banyak keluarga Persis yang  mengungsi, segala bentuk kegiatan terutama di Pemuda Persis tidak tercatat.

Pada masa ini para elemen pemuda secara personal telah ikut berjuang meleburkan dirinya dalam organisasi rakyat berhaluan Islam yang memperjuangkan kemerdekaan. Seperti MIAI (Majlis al-Islam Ala Indonesia) yang dibentuk Jepang,  Angkatan Muda Indonesia untuk persiapan kemerdekaan dan Masyumi dalam bentuk Sabilillah dan Hizbullah yang pernah diikuti oleh Isa Anshary, Rusyad Nurdin dan lain-lain.

c.       Periode ketiga (1953 – 1956)

Pasca perang kemerdekaan, Pemuda Persis mengadakan Muktamar II tanggal 17 – 20 September 1953. Terpilih sebagai ketua A. Latief Muchtar. Pada periode ini Pemuda Persis lebih berani “ke Keluar” diantaranya bekerja sama dengan Pemuda Islam yang bergabung dalam PORPISI (Persatuan Organisasi Pemuda Islam Seluruh Indonesia). Selain itu mereka ikut memobilisasi masa untuk memenangkan Partai Islam pada Pemilu 1955.

d.      Periode keempat  ( 1956 – 1962)

Menjelang berakhirnya masa jabatan A. Latief Muchtar, Pemuda Persis tanggal 15 – 18 Desember 1956 mengadakan Muktamar III di Bandung. Terpilih sebagai ketua umum adalah Yahya Wardi. Pada Periode ini Pemuda Persis dihadapkan pada kondisi Negara yang tengah mengalami pertentangan ideologi antar partai dan dominannya pengaruh komunis terhadap pemerintah. Pada masa ini kondisi kelompok Islam termaginalkan oleh kelompok komunis dan militer.

Pada periode ini juga kegiatan pemuda persis sudah merambah pada pendirian organisasi kepanduan pramuka Syubbanul Yaum pada tanggal 1954, dengan menunjuk Suraedi sebagai komisariat pusat kepanduan. Bekerja sama dengan Jam’iyyatul Banat, kepanduan ini berhasil membuat perlengkapan, seperti emblin yang lambang Syubbanul Yaum berupa gambar perisai bulan-bintang di tengah-tengah, atribut dan perlengkapan seorang kepanduan lainnya.

e.       Periode Kelima (1962 – 1967)

Periode ini terdapat keganjilan dimana pemuda Persis untuk pertama kalinya tidak diikut sertakan dalam Muktamar Persis VII di Bangil (2-5 Agustus 1960). Perkembangan selanjutnya diketahui ada keinginan dari sebagian tokoh Persis untuk merubah Persis menjadi Parpol bernama Jama’ah Muslimin. Untuk mencairkan kebekuan, maka pada tahun 1960 Pemuda Persis mengadakan Musyawarah Besar (referendum) di Bandung sebagai pengganti Muktamar, terpilih sebagai ketua umum Ustadz Suraedi.

Pada periode ini Pemuda Persis dihadapkan pada Demokrasi Terpimpin dengan diktatorisme Soekarno yang mengancam tatanan politik Islam dan umat Islam. Kondisi tersebut telah merubah haluan gerakan Persis yang politis masa KHM Isa Anshary  menjadi gerakan yang  cenderung mempertahankan dan menjaga tatanan Jam’iyyah dibawah pimpinan KHE. Abdurrahman.

f.       Periode Keenam (1967 – 1981)

Pada tanggal 25-27 November 1967 diadakan Muktamar V Pemuda Persis di Bandung. Terpilih sebagai Ketua Umum Yaman AS. Pada masa ini eksistensi Pemuda Persis sudah Nampak, tidak seperti periode sebelumnya. Pada periode ini mulai diselenggaraka Tafiq (Tajwiddul Fityanil Qur’an) pertama tingkat nasional yang diselenggarakan di Katapang, Kab. Bandung. Sebagai salah satu sistem pengkaderan, maka Tafiq memiliki tujuan yang penting yaitu membekali anggota dengan nilai-nilai yang bersumber dari al-Qur’an dan As-Sunnah.

Pada periode ini juga tepatnya tahun 1967, Pemuda Persis bekerja sama dengan MUI memberantas aliran sesat Isa Bugis dengan cara debat. Disamping itu juga digalakan olah raga beladiri dan olah raga biasa. Olah raga bela diri yang dimaksud adalah Kungfu aliran Thifan yang berasal dari Turkistan dan Taesyu Khan yang berasal dari kerajaan Mogul muslim yang diadakan seminggu dua kali latihan dalam jangka waktu kurang lebih enam tahun.

Pada periode ini juga Pemuda Persatuan Islam mampu menerbitkan majalah Tamaddun dan mengelola Radio Dwi Karya. Selain itu telah berhasil menyusun Qaidah Asasi dan Qaidah Dakhili lengkap.

g.      Periode Ketujuh (1981 – 1980)

Pada tanggal 16-18 Januari 1981 Pemuda Persis mengadakan Muktamar IV (Muakhat) di Bandung, dihadiri 26 cabang dari 39 Cabang yang ada, dan yang terpilih menjdi Ketua Umum adalah ustadz Ikin Shadikin.

Struktur kepemimpinan pada masa ini cukup lengkap dengan duduknya orang-orang yang memiliki berbagai kemampuan dibidangnya. Tetapi gerakannya tetap bergantung pada figur Ketua Umum, sehingga warna gerakannya identik dengan Ketua Umum. Akibatnya, program yang tidak sejalan dengan Ketua Umum, tidak bisa berjalan sebagaimana target.

Periode ini, aktifitas Jam’iyyah lebih terfokus pada pembinaan umat lewat dakwah dan pendidikan. Sementara itu aktivitas politik seprti periode sebelumnya, nampaknya juga tidak menonjol. Hal tersebut disebabkan kebijakan pemerinta Orde baru yang memperketat warga negara dalam berpolitik.

Walau dalam periode ini penyebaran cabang tidak begitu signifikan, tetapi melalui pendidikan, penerangan dan dakwah banyak orang yang merasa diselamatkan tauhidnya, dimana banyak ajaran persis yang sekarang dilakukan oleh mereka yang tidak akan mengaku  bila dikatakan Persis.

h.      Periode Kedelapan (1990 – 1995)

Pada tanggal 8 Me 1990 Pemuda Persis mengadakan Muktamar VII di Tarogong, Garut dan dihadiri oleh 28 Cabang Pemuda Persis. Terpilih sebagai Ketua Umum Drs. Entang Muchtar, ZA. Periode ini boleh dikatakan sebagai periode kebangkitan Pemuda Persis. Berbagai kegiatan yang bermuatan dakwah dan pendidikan semarak. Setiap tahun diadakan Temu Ilmiyah dan Ta’aruf yang diisi dengan silaturahmi antar Cabang seluruh Indonesia, tausiah, lomba debat, lomba khutbah, pertandingan olah raga dan lain-lain.

Demikian pula kaderisasi mulai diterapkan dengan tahapan yang jelas mulai dari Masa Ta’aruf (Ma’ruf) calon anggota Pemuda Persis, hingga Tazwiidu Fityanil Qur’an (Tafiq) yang terdiri dari Tafiq I dan II. Pada periode ini juga Pemuda Persis memiliki lembaga khusus yaitu  Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang tidak dimiliki oleh otonom lainnya bahkan oleh induknya sendiri (Persis).

i.        Periode Kesembilan (1995 – 2000)

Pada tanggal 2-4 September  1995 Pemuda Persis mengadakan Muktamar VIII di Jakarta. Terpilih sebagai Ketua Umum Atif Latiful Hayat, SH. Periode kepemimpinan ini melanjutkan program masa kepemimpinan sebelumnya, tetapi memiliki ciri khas tersendiri dimana struktur organisasi lebih tertata  dari periode sebelumnya. Selain itu pada masa ini masuk sosok-sosok intelek, sehingga pada periode ini kaya dengan nilai-nilai intelektual. Hal ini dalam rangka membangun gerakan Pemuda Persis yang memiliki daya pikat kedalam dan keluar. Pemuda Persis juga dituntut memiliki daya pikir kritis.

j.        Periode Kesepuluh (2000 – 2005)

Pada tanggal 9 – 11 September 2000 Pemuda Persis mengadakan Muktamar IX di asrama Haji Pondok Gede Jakarta, terpilih sebagai Ketua Umum ustadz Uus M. Ruhiat. Karakter kepemimpinan pada periode ini tidak jauh berbeda seperti pada masa KH. Ikin shodikin. Dimana karakter Ketua Umum bersifat transcendental (melangkah dengan penuh ketawakalan) baik dalam realisasi program maupun dalam hal membuka hubungan dengan lembaga lain.

Sisi positif dari karakter ini adalah pembinaan anggota lebih terarah, umat akan dikembalikan ke jalur perjuangan. Sehingga posisi Pemuda Persis sebagai sebuah jam’iyyah akan kokoh. Sisi negatifnya adalah keberadaan Pemuda Persis sulit di kenali pihak luar.

k.      Periode Kesebelas (2005 – 2010).

Pada sekitar akhir tahun 2005 Pemuda Persis mengadakan Muktamar X di asrama Haji Pondok Gede Jakarta. Yang terpilih menjadi Ketua Umum pada masa ini adalah Ust. Jeje Jaenudin dari PW Jakarta. Pada periode ini Pemuda Persis menemukan kembali jati dirinya sebagai organisasi kader yang sempat hilang pada masa sebelumnya. Kegiatan-kegiatan kaderisasi semarak dilaksanakan, seperti Ma’ruf dan pelaksanaan Tafiq yang mengalami penyempurnaan. Bahkan pada masa ini telah berhasil menyusun Manhaj kaderisasi bagi anggota Pemuda Persis. Sehingga pelaksanaan Tafiq pun delaksanakan dengan berjenjang dari Tafiq I, II dan III dengan materi yang berbeda bobot di tiap jenjangnya.

l.        Periode Kedua belas (2010 – 2015)

Pada periode ini Muktamar Pemuda Persis kembali ke Pesantren yaitu di Pesantren Persis Rajapolah Tasikmalaya. Pada Muktamar XI Pemuda Persis ini yang terpilih adalah Tiar Anwar Bahtiar, M. Hum. Karakter dari kepemimpinan ini adalah meneruskan kembali kepemimpinan sebelumnya, dimana keberadaan Pemuda Persis sebagai Jam’iyyah kader Persis, mendapat perhatian cukup besar. Penyempurnaan manhaj kaderisasi dan pembuatan manhaj kejami’yyahan merupakan diantara prestasi yang telah dibuat pada masa ini yang  masa kepengurusannya belum selesai.

C.     Tantangan Pemuda Persis kedepan

Melihat perjuangan Pemuda Persis dari masa ke masa akan terlihat bahwa setiap generasi mempunyai aksentuasi perjuangan yang berbeda-beda. Hal ini bisa dimaklumi karena tiap periode mempunyai tantangan yang berbeda bahkan bervariasi. Pada periode pertama dan kedua selain harus menghadapi musuh utamanya kaum tradisionalis, Pemuda Persis harus ikut aktif berjuang merebut kemerdekaan dan mengusir penjajah. Periode ketiga setelah hengkangnya penjajah dari bumi Indonesia, Pemuda Persis harus mengahadapi suasana transisi Republik  Indonesia pasca kemerdekaan untuk ikut aktif berperan memenangkan Partai Islam dalam Pemilu Pertama.

Periode keempat dan kelima tantangan yang harus dihadapi adalah tindakan diktatorisme pemerintah dengan memaksakan ideologi Nasakom-nya. Belum lagi pada masa ini ada sedikit “gesekan” antara Pemuda Persis dan Persis pasca Muktamar di Bangil yang oleh Dadan Wildan disebut sebagai “gelombang dalam gelas”.  Periode keenam, ketujuh dan kedelapan adalah masa-masa Pemuda Persis harus agak sedikit tiarap karena menghadapi tindakan represif pemerintah yang membatasi segala bentuk kegiatan dakwah. Namun, hal ini bukan berarti kegiatan dakwah berhenti, tapi hanya formatnya saja yang berbeda.

Periode kesembilan, kesepuluh, kesebelas dan kedua belas adalah era reformasi dan keterbukaan. Pada periode ini aktifitas dakwah kembali bergeliat tidak seperti masa-masa sebelumnya. Namun, tantangan dakwah juga semakin komplek, karena pada masa ini menjamurnya aliran-aliran sesat, kerusakan moral kaum remaja serta bid’ah-bid’ah baru yang berbentuk pemikiran Islam yang merupakan hasil impor dari kebudayaan Barat. Itu artinya  tantangan dakwah Pemuda Persis saat ini sangatlah berat. Hal itu disebabkan Pemuda Persis bukan hanya masih harus berhadapan dengan musuh lamanya (bid’ah kaum tradisionalis) tapi juga harus menghadapi musuh baru (bid’ah kaum intelektualis) berupa pemikiran Islam seperti liberalisme, pluralisme dan sekularisme, aliran sesat dan kerusakan moral bangsa Indonesia. (Penulis adalah Bidang Dakwah PW. Pemuda Persis Jabar)

Tinggalkan komentar