Awal Puasa, Senin 1 September


Jumat, 15/08/2008 – 17:35

BANDUNG, (PRLM).- Awal Ramadan 1429 H/2008 yang bertepatan dengan Senin (1/9) seharusnya tidak ada perbedaan dalam penetapannya. Hal ini disebabkan secara hisab seperti dilakukan Muhammadiyah dan Persis menunjukkan tinggi bulan sudah bisa dirukyat (dilihat secara langsung).

“Demikian pula dengan Idul Fitri 1 Syawal 1429 H kemungkinan besar tidak akan ada perbedaan,” kata dosen Ilmu Falak Unisba, Tb Hadi Sutiksna, pada diskusi di Student Center Jln. Taman Sari No. 1, Kota Bandung. Jumat (15/8).

Ia memakai metode Ephemeris Hisab Rukyat dengan hasil tinggi hilal (bulan baru) pada Sabtu (30/8) masih di bawah ufuk sehingga tak bisa dirukyat. dengan kondisi bulan di bawah ufuk sehingga bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. “Ijtima (konjungsi) baru terjadi pada Minggu (31/8) pukul 3.04 WIB sehingga pada saat matahari terbenam pada Minggu (31/8) hilal sudah 6 derajat dan kemungkinan besar bisa dirukyat,” ujarnya.

Diberitakan “PR” (Sabtu, 9/8), Pimpinan Pusat (PP) Persis dan PP Muhammadiyah menetapkan awal puasa, 1 Ramadan 1429 H, bertepatan dengan Senin (1/9). sedangkan NU masih menunggu rukyatul hilal (melihat bulan baru) meski kemungkinan besar juga sama atau berbeda dengan Muhammadiyah dan Persis.

Apabila secara hisab Ramadan bertepatan dengan Senin (1/9) karena hilal sudah 6 derajat, maka secara rukyat pun bisa dilakukan seperti NU. “Jadi, antara NU, Persis, dan Muhammadiyah pada Ramadan tahun ini tidak akan ada perbedaan dalam penetapan awal Ramadan. Insya Allah,” ucapnya.

Sedangkan 1 Syawal 1429 H, menurut Tb Hadi, kemungkinan besar bertepatan dengan 1 Oktober. “Ijtimak terjadi pada pukul 14.46 WIB pada 29 September dengan tinggi hilal masih -0 derajat 54 menit dan 13 detik. Karena hilal belum bisa diamati sehingga Syaban digenapkan menjadi 30 hari.

PP Persis dan Muhammadiyah dalam maklumatnya juga mennetapkan Idul Fitri tidak ada perbedaan yakni bertepatan dengan Rabu (1/10). “Kemungkinan besar NU juga akan menetapkan Idul Fitri pada Rabu (1/10) karena tinggi bulan belum bisa dirukyat,” katanya.

Menurut Tb Hadi, dengan sarana teknologi modern penentuan awal bulan Hijriyah jauh lebih mudah dan menekan terjadinya perbedaan. “Kenyataannya hilal sangat sulit diamati karena jarak bulan dengan matahari pada bulan baru amat dekat. Ketika matahari terbenam cahayanya di atas ufuk masih terang sehingga menyamarkan bentuk hilal yang sangat tipis,” ucapnya.

Sampai saat ini masih terjadi perbedaan dalam metode penentuan hilal yakni Muhammadiyah memakai wujudul-hilal, Persis dengan hisab imkanur rukyat, dan NU memakai rukyat. “Pendekatan yang berbeda sehingga hasilnya sering berbeda. Seharusnya ada satu kriteria yang bisa diterima semua ormas Islam di Indonesia,” ucapnya.(A-71/A-50)***

Tinggalkan komentar