Nasib Pers Sunda Memprihatinkan


Selasa, 30/12/2008 – 15:37

BANDUNG, (PRLM).- Nasib pers berbahasa Sunda termasuk pers Sunda Islam masih tertatih-tatih bahkan makin memprihatinkan. Untuk itu,  Pemprov Jabar diharapkan turun tangan apalagi Pemprov dan DPRD Jabar sudah mengesahkan Perda Pelestarian Budaya dan Bahasa Sunda.

Benang merah tersebut lahir dalam “Masamoan Sawala Iber” yang membahas nasib Majalah Sunda Iber di RM Cipagalo Jln. Terusan Buah Batu, Selasa (30/12). Pertemuan dipimpin Ketua Pengurus Wilayah (PW) Persis Jabar KH. Idad Sumarta dihadiri Ketua Paguyuban Pasundan H. A. Syafei, Sekum MUI Jabar H. Rafani Akhyar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, dan pengarang buku dakwah, KH. Olih Komaruddin.

Menurut Girang Rumpaka (pemimpin redaksi) Majalah Iber, KH. Emon Sastranegara, “Iber” sudah hadir selama 41 tahun tepatnya sejak Agustuas 1967. “Meski perjalanannya terseok-seok, namun Iber tetap hadir menyambangi pembacanya. Majalah ini tetap cetak di tengah keterbatasan anggaran dan banyaknya piutang di pelanggan yang mencapai Rp 90 juta,” katanya.

“Iber” kini dicetak sekitar 2.000 eksemplar tiap bulan yang pembacanya mayoritas jemaah Persis. “Untuk honor penulis masih amat rendah antara Rp 20.000,00 sampai Rp 60.000,00, sedangkan pegawai tetap digaji Rp 50.000,00 per bulan. Kami ingin menaikkan honor penulis dan pegawai tetap, tapi masih terhambat  sebab tidak mudah menyediakan dana Rp 5 juta per bulan,” katanya.

Demikian pula dengan pemasukan dari iklan, kata Emon, amat minim yang tidak bisa menopang kehidupan majalah. “Di lain pihak para pembaca mung resep macana, tapi teu resep mayar (senang baca, tapi tidak suka membayar, red). Padahal, majalah hidup dan mati dari pembaca dan pelanggannya,” katanya.

Kondisi pers Sunda yang kembang kempis juga menjadi keprihatinan bagi H. A. Syafei. “Saya baru tahu ada Majalah Iber yang sudah berusia 41 tahun, padahal media massa Sunda biasanya hanya bertahan 2-3 tahun. Saya sendiri baru berlangganan Iber tahun 2003 lalu,” katanya.

Kehadiran media massa berbahasa Sunda, kata Syafei, untuk ikut melestarikan Bahasa Sunda yang kini terancam tidak dipakai lagi generasi muda. “Pemeliharaan dan pengembangan budaya dan Bahasa Sunda bukan berarti sukuisme apalagi budaya nasional dibangun dari budaya-budaya daerah. Kalau media massa Sunda tak dipelihara bisa-bisa generasi muda tidak lagi mengenal bahasa ibunya,” ucapnya.

KH. Olih Komaruddin mengusulkan agar Majalah Iber memperluas pasar sehingga tidak terbatas di jemaah Persis. “Dari segi bahasa juga jangan terlalu tinggi sehingga sudah dicerna pembaca khususnya generasi muda. Pakai gaya bahasa sehari-hari sehingga enak dibaca,” katanya.

Sedangkan Nanat Fatah mengatakan, selain sulit mengembangkan pers Sunda saat ini juga kesulitan memperoleh dai-dai yang bisa berbahasa Sunda. “Untuk itu, Fakultas Dakwah memasukkah Bahasa Sunda sebagai mata kuliah. Diharapkan terjalin kerja sama dengan media massa Sunda untuk pengembangan dakwah berbahasa Sunda,” katanya.(A-71/A-120)***

Tinggalkan komentar